Boeing di Ujung Tanduk, Perusahaan Terancam
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Prahara permasalahan masih terus menghantui raksasa dirgantara Amerika Serikat (AS), Boeing. Setelah sebelumnya diterpa isu keselamatan, kali ini perusahaan pembuat pesawat terbang itu harus berurusan dengan mogok kerja yang dilakukan oleh para karyawan.
Mengutip Reuters, pemogokan dilakukan setelah para karyawan menolak kenaikan gaji hingga 25 persen yang ditawarkan oleh perusahaan. Dalam jajak pendapat, tercatat ada 94 persen pekerja dari 33 ribu karyawan di pabrik Washington yang menolak kenaikan tersebut.
"Mereka mungkin berpikir bahwa kami tidak memiliki cukup orang untuk melakukan mogok kerja," kata Kushal Varma, seorang mekanik Boeing, dikutip Selasa (17/9/2024).
"Namun, ini adalah gerakan orang-orang yang bersedia mempertaruhkan mata pencaharian mereka untuk mendapatkan apa yang adil," tambahnya.
Wawancara Reuters dengan lebih dari 20 orang, termasuk pejabat Boeing, pemimpin serikat pekerja, dan pekerja pabrik, menunjukkan betapa juara kedirgantaraan AS itu meremehkan "skala kebencian" yang dirasakan oleh para pekerja.
Karyawan sendiri telah tertekan atas biaya hidup dan janji-janji palsu soal gaji di tahun-tahun sebelumnya.
Rincian tentang gagalnya kesepakatan itu juga mengungkap bagaimana kepercayaan antara Boeing dan pimpinan serikat pekerja telah terkikis. Hal ini dirasa akan mempersulit pembicaraan yang akan dilanjutkan dalam beberapa hari mendatang.
Dua hari setelah Boeing mengumumkan tawarannya, kepala pembuatan pesawat komersial, Stephanie Pope, menulis surat terbuka kepada para pekerja. Ia mengatakan bahwa perusahaan tidak menahan dana apa pun dan ini adalah kesepakatan terbaik yang akan mereka dapatkan.
CEO Kelly Ortberg menindaklanjutinya dengan surat terbuka keesokan harinya. Ia memberi tahu para pekerja bahwa memberikan suara menentang kesepakatan itu akan membawa mereka ke jalan 'di mana tidak ada yang menang'.
Alih-alih menggalang kekuatan, surat-surat itu menjadi bumerang. Empat orang pekerja mengaku kepada Reuters dengan menganggap surat itu sebagai ultimatum atas pemogokan.
"Saya pikir mereka tidak profesional dan mengancam," kata Josh King, seorang inspektur kontrol kualitas di pabrik Boeing Seattle.
Kenaikan upah umum sebesar 25 persen yang ditawarkan sebenarnya sejalan dengan keuntungan yang diperoleh oleh sektor lain seperti pekerja otomotif. Meskipun demikian, banyak pekerja Boeing telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan selama bertahun-tahun.
Sejak kesepakatan upah penuh terakhir pada tahun 2008, upah pabrik telah tertinggal dari inflasi. Di sisi lain, biaya perawatan kesehatan dan biaya hidup telah melonjak.
Kepala Keuangan Boeing, Brian West, mengakui adanya kesenjangan antara direksi dengan staf. West menyebut ada perbedaan visi yang besar, di mana direksi melihat masa depan sementara para pekerja sangat memfokuskan diri dengan isi dompet mereka saat ini.
"Kami memiliki kesepakatan sementara yang belum pernah terjadi sebelumnya yang didukung dengan suara bulat oleh pimpinan serikat pekerja. Dan selama beberapa hari terakhir, menjadi sangat jelas, lantang dan jelas, dengan anggota serikat pekerja kami bahwa tawaran itu tidak memenuhi sasaran," katanya pada konferensi Morgan Stanley di Ritz-Carlton tepi pantai di Dana Point, California. (sumber: cnbcindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net