search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Defisit APBD Bali 2025, Tantangan dan Peluang bagi Pembangunan Daerah
Minggu, 20 Oktober 2024, 00:25 WITA Follow
image

beritabali/ist/Defisit APBD Bali 2025, Tantangan dan Peluang bagi Pembangunan Daerah.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bali tahun 2025 menunjukkan defisit sebesar Rp691 miliar. 

Menurut pengamat ekonomi Prof. Raka Suardana, defisit ini timbul dari rencana belanja daerah yang mencapai Rp5,5 triliun, sementara pendapatan daerah diperkirakan hanya sebesar Rp4,8 triliun.

Sumber pendapatan terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang diperkirakan mencapai Rp3,5 triliun, dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp1,3 triliun. Defisit tersebut setara dengan 14,17% dari total APBD yang direncanakan. Belanja operasional menjadi komponen terbesar dengan angka mencapai Rp4,2 triliun.

Prof. Raka mengungkapkan, meskipun defisit APBD dapat dianggap umum dalam pengelolaan keuangan daerah, tetap diperlukan kewaspadaan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini:

Pertama, kebutuhan investasi. Defisit sering terjadi saat pemerintah daerah memiliki agenda pembangunan yang ambisius. Di Bali, peningkatan belanja operasional dan investasi infrastruktur menjadi alasan utama di balik defisit ini.

Kedua, ketergantungan pada Sumber Lain. Daerah dengan defisit biasanya mengandalkan pinjaman atau transfer dari pemerintah pusat untuk menutupi kekurangan anggaran. Hal ini menunjukkan pentingnya keberlanjutan sumber pendapatan untuk menjaga stabilitas fiskal.

Ketiga, Indikator Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, terutama pasca-pandemi, berkontribusi pada rendahnya pendapatan dari sektor pariwisata, yang menjadi andalan Bali.

Keempat, Risiko Pengelolaan Keuangan. Meskipun defisit bisa dianggap normal untuk mendorong investasi, defisit yang terlalu besar dapat menimbulkan risiko jangka panjang bagi keuangan daerah. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan yang hati-hati sangat diperlukan.

Meskipun defisit APBD Bali bukan hal baru, sejarah menunjukkan bahwa tantangan serupa pernah dihadapi, termasuk di masa pemerintahan Gubernur I Made Mangku Pastika. Pada saat itu, kesulitan anggaran disebabkan oleh kebutuhan belanja pembangunan yang lebih besar daripada pendapatan, terutama untuk infrastruktur dan layanan publik.

Dalam menghadapi proyeksi defisit 2025, Pj Gubernur Bali harus mencari solusi melalui pinjaman daerah, transfer dari pemerintah pusat, dan optimalisasi PAD untuk menjaga stabilitas fiskal.

Secara keseluruhan, meskipun program pembangunan dan proyek seperti Thuryapada mungkin menghadapi kritik, penting untuk menilai setiap inisiatif dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat Bali saat ini. Semua langkah ini memerlukan waktu dan strategi yang tepat untuk memastikan bahwa ketahanan fiskal daerah tetap terjaga.

Editor: Robby

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami