Sekda Bali : Tanpa Kajian, Yang Tolak Reklamasi Hanya Cari Panggung Politik
Senin, 11 April 2016,
02:05 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Cok Ngurah Pemayun menegaskan, bahwa reklamasi Teluk Benoa di Bali sangat berbeda dengan reklamasi yang dilakukan di Jakarta, yang saat ini sedang dalam proses penangangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dijelaskannya, bahwa reklamasi yang ada di Teluk Benoa, Bali, seluruh proses legalitasnya sudah dibenahi sejak awal. "Seluruh mekanisme yang berhubungan dengan legalitas sudah ada. Saat ini dokumen Analisi Dampak Lingkungan (Amdal) juga sudah final, kecuali ada beberapa catatan untuk bidang sosial dan budaya," ujarnya di Denpasar, Minggu (10/4).
Bahwa selama ini ada beberapa pihak yang menyuarakan moratorium reklamasi Teluk Benoa Bali. Menurutnya, pemerintah Provinsi Bali tugasnya hanya memberikan pertimbangan teknis.
Sementara kewenangan di wilayah Teluk Benoa itu berada di tiga pihak yakni Kabupaten Badung, Pemprov Bali dan pemerintah pusat. Semua yang merupakan pertimbangan teknis yang menjadi kewenangan Pemprov Bali, ditegaskannya semuanya sudah "clear".
"Saya berbicara seperti ini bukan dalam kapasitas mendukung atau menolak reklamasi. Namun lebih dalam kapasitas untuk mendudukan persoalan pada tempatnya, dimana Pemprov Bali tidak serta merta mendukung reklamasi. Karena berdasarkan kajian para pakar, para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi, Teluk Benoa memang harus direklamasi demi keselamatan dan kelestarian kawasan Teluk Benoa itu sendiri," ujarnya seperti dilansir suaradewata.com.
Ia memahami pendapat para politisi yang menolak reklamasi dan meminta moratorium hanya mencari panggung politik di Bali untuk menarik simpati rakyat.
"Kepada kelompok yang menolak, para politisi dan komunitas apa pun. Tunjukanlah kajian ilmiah anda kenapa harus menolak. Jangan hanya asal menolak. Pokoknya reklamasi Teluk Benoa ditolak. Ini yang tidak kita inginkan," ujarnya.
Ia juga meminta agar masyarakat Bali tidak membandingkan reklamasi di Jakarta dengan reklamasi Teluk Benoa. Prosesnya berbeda, legalitas juga final dan bersih dari korupsi.
Menurutnya, soal moratorium, Pemprov Bali sebenarnya sudah melakukan moratorium pembangunan akomodasi wisata baik hotel berbintang dan hotel melati. Moratorium tersebut sudah dikeluarkan oleh Gubernur Bali selama 5 tahun berturut-turut.
Surat resmi moratorium tersebut sudah dikeluarkan tanggal 27 Desember 2010. Karena rentang waktunya 5 tahun maka moratorium itu akhirnya dengan sendirinya selesai pada tahun 2016.
Seperti diberitakan sebelumnya, tuntutan moratorium reklamasi Teluk Benoa disampaikan secara terbuka oleh anggota DPD RI asal Bali Gede Pasek Suardika. Menurut pria yang biasa dipanggil GPS ini, reklamasi Teluk Benoa membuat situasi Bali menjadi tidak kondusif. Demo sudah terjadi dimana-mana. Bahkan desa adat semuanya menolak reklamasi Teluk Benoa.
"Kalau desa adatnya sudah turun, itu berarti Bali sudah sangat serius. Dan selama ini desa adat yang secara terbuka menolak memang hanya 28 desa adat. Tetapi kami sudah hampir ke seluruh desa di Bali, dan semuanya menolak," ujarnya.
Menurutnya, adalah salah kalau orang hanya berpikir matematis bahwa kalau hanya 28 desa adat di Bali yang menolak tidak bisa mewakili seluruh desa adat di Bali.
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/net