search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Letusan Merapi 2010, Borobudur Tutup 3 Bulan, Malioboro Sepi 1 Bulan
Sabtu, 16 Desember 2017, 08:05 WITA Follow
image

beritabalicom

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Aktivitas vulkanik Gunung Agung Karangasem, Bali, yang kini berstatus Awas (level 4), berdampak kurang bagus bagi dunia pariwisata Bali. Kunjungan wisatawan ke Bali kini merosot drastis. Hal serupa ternyata juga pernah dialami Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta saat terjadi letusan Gunung Merapi tahun 2010.
 
Hal ini terungkap saat Beritabali.com mengunjungi dua obyek wisata yakni Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, dan kawasan wisata Malioboro di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (15/12). Kunjungan ke obyek wisata ini serangakaian acara "Press Tour" sekaligus studi banding wartawan dan Humas DPRD Bali, sejak Kamis (14/12), ke Bagian Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Yogyakarta.
 
Obyek wisata yang menjadi tujuan kunjungan pertama adalah Candi Borobudur, di Magelang, Jawa Tengah. Candi ini berlokasi kurang lebih 100 kilometer di sebelah barat daya Semarang, 86 kilometer di sebelah barat Surakarta, dan 40 kilometer di sebelah barat laut Kota Yogyakarta.
 
Menurut pihak pengelola Borobudur, setiap harinya, Candi yang merupakan peninggalan kerajaan Dinasti Syailendra masa pemerintahan Raja Samaratungga dari Kerajaan Mataram Kuno, dan selesai dibangun pada abad ke-8 ini dikunjungi antara 5.000 hingga 7.000 wisatawan dalam dan luar negeri. Pada hari Jumat (15/12), Borobudur tampak ramai dikunjungi wisatawan baik wisatawan Nusantara maupun asing.
Meski saat ini selalu ramai kunjungan wisatawan, namun tahun 2010 Candi Borobudur pernah ditutup cukup lama yakni selama 3 bulan, akibat terkena dampak letusan Gunung Merapi.
 
"Waktu itu candi terkena dampak abu vulkanik Gunung Merapi, bagian-bagian candi tertutup abu vulkanik letusan Gunung Merapi, sehingga pihak pengelola memutuskan Borobudur ditutup selama 3 bulan bagi kunjungan wisatawan," ujar Dahroji, salah satu staf pengamanan Candi Borobudur kepada Beritabali.com.
 
Penutupan kawasan candi selama 3 bulan, tentu sangat berdampak bagi pemasukan kawasan obyek wisata Candi Borobudur. Apalagi di kawasan ini juga terdapat ratusan warga sekitar yang menggantungkan kehidupan ekonominya dari para wisatawan yang datang berkunjung.
 
"Kalau rugi sudah pasti rugi pak, namanya juga bencana, setiap harinya ada 5.000 hingga 7.000 wisatawan yang datang berkunjung, di musim liburan bisa dua kali lipat, tapi yang namanya bencana alam mau bagaimana lagi, kita harus iklas dan tabah menerima dan menghadapinya,"ujar Dahroji.
 
Setelah tutup selama 3 bulan akibat dampak erupsi Gunung Merapi tahun 2010, akhirnya Candi Borobudur kembali dibuka untuk wisatawan. Namun meski sudah dibuka kembali, upaya perbaikan dan perawatan candi akibat terkena abu vulkanik berlangsung selama setahun. Selang beberapa tahun pasca erupsi Merapi, kini kunjungan wisatawan ke Borobudur kembali ramai seperti semula.
 
Malioboro Juga Sepi Wisatawan 
 
Tak hanya di Candi Borobudur, dampak erupsi Gunung Merapi tahun 2010 silam juga sangat terasa di kawasan wisata jalan Malioboro di Yogyakarta. Saat terkena dampak letusan Merapi tahun 2010, kawasan wisata yang selalu ramai wisatawan ini juga sempat sepi wisatawan.
 
Salah seorang kusir wisata andong (delman/dokar), Johan Ismail, yang ditemui Beritabali.com di Jalan Malioboro, Jumat (15/12) menuturkan, akibat terkena paparan abu vulkanik letusan Gunung Merapi tahun 2010, kawasan wisata jalan Malioboro langsung menjadi sepi wisatawan.
 
"Tebal abu vulkanik Merapi di jalan Malioboro waktu itu (2010) sampai ketebalan 4 centimeter. Maliboro kemudian menjadi sepi wisatawan selama satu bulan, aktivitas pariwisata menjadi lumpuh," ujarnya kepada Beritabali.com.
 
Sepinya kunjungan wisatawan Malioboro selama satu bulan waktu itu, jelas Johan, otomatis berpengaruh pada para pekerja yang terkait pariwisata di sepanjang jalan Malioboro, mulai pedagang kaki lima, penjual makanan lesehan, tukang becak, hingga kusir wisata andong seperti dirinya.
 
"Waktu itu saya nganggur satu bulan lebih, pak, pulang kampung ke Bantul. Selama menganggur saya tidak ada penghasilan, saya jual 4 domba milik saya untuk biaya merawat kuda-kuda milik saya karena tidak ada penghasilan. Tukang becak di sini juga sama, waktu itu pada pulang ke kampung masing-masing. Kalau ditanya rugi atau tidak, ya jelas sangat rugi, tapi mau bagaimana lagi karena sudah bencana alam, kita jalani saja dengan sabar," ujarnya.
 
Setelah tutup selama satu bulan, perlahan kawasan wisata Malioboro kembali pulih. Wisatawan kembali ramai berdatangan ke Malioboro hingga saat ini.
 
"Setelah letusan (gunung) Merapi selesai, wisatawan kembali ramai ke Malioboro, banyak lagi yang naik wisata Andong keliling Malioboro. Jika sedang ramai, saya bisa dapat hingga 15 tamu, paling sedikit 2 hingga 3 tamu pasti dapat tiap harinya, dengan biaya Rp.100 ribu untuk sekali keliling Malioboro dengan andong,"jelasnya.
 
Pemulihan yang Cepat
 
Terkait dampak bencana alam terhadap dunia pariwisata Yogyakarta, Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY, Primaswolo Sujono, mengungkapkan, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah yang rawan bencana. Pada 2006 silam, daerah yang kini menjadi destinasi wisata favorit wisatawan juga pernah mengalami bencana gempa bumi dan juga letusan Gunung Merapi.
 
"Di bagian selatan digoyang gempa, di bagian utara gunung meletus. Dampaknya bagi pariwisata Yogyakarta waktu itu luar biasa. Dunia pariwisata jatuh, bandara tutup cukup lama," ujarnya. 
 
Saat terjadi bencana waktu itu, media massa di Yogyakarta memberitakan peristiwa tersebut sesuai fakta, seperti bagaimana Gunung Merapi meletus, seberapa besar letusannya, berapa jumlah korban, berapa jumlah pengungsi, dan hal lainnya.
 
"Fakta tetap diberitakan, karena itu "selling poin" bagi media, sudah tugas wartawan untuk memberitakan. Yang harus dihindari adalah jangan terlalu dibesar-besarkan, jangan berlebihan,"ujarnya. 
 
Setelah bencana gempa bumi dan letusan Gunung Merapi berakhir, wartawan di Yogyakarta kemudian juga ikut berperan untuk memulihkan kondisi pariwisata Yogyakarta. Antara lain dengan memberikan masukan ke pihak legislatif dan eksekutif. 
 
"Bagaimana kita (wartawan) ikut memberi andil, memberi solusi, ketika bencana selesai, hentikan beritanya (bencana), lalu kita beritakan pembukaan bandara, pariwisata yang kembali bangkit. Jalur erupsi Gunung Merapi kini menjadi daerah wisata, ada wisata lava tur yang menjadi favorit wisatawan yang datang ke Yogyakarta,"ujarnya.
 
Pasca terdampak bencana gempa bumi dan letusan Gunung Merapi, dunia pariwisata Yogyakarta cepat pulih dan semakin berkembang. Ini karena toleransi dan sifat gotong royong masyarakat Yogyakarta yang tinggi, sehingga proses recovery atau pemulihan dunia pariwisata bisa cepat dilakukan. [bbn/psk]

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami