search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Penelitian Dosen PIB Mengungkapkan Mengapa Green Hotel Belum Dianggap Penting di Bali
Minggu, 4 Agustus 2019, 15:45 WITA Follow
image

Foto: Maya Sanur Resort & Spa (hotelopia.com & thetalesofatraveler.com)

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Beritabali.com, Tabanan. Sebuah penelitian berjudul "Balinese Perception towards Healthy Green Hotel Implementation in Bali" yang dilakukan oleh Dr. Deddy Kurniawan Halim mengungkapkan bahwa konsep Green Hotel belum dianggap penting di pulau dewata ini.

Deddy Kurniawan Halim atau yang akrab dipanggil DK Halim adalah dosen Program Studi D4 Pengelolaan Konvensi dan Peristiwa, Politeknik Internasional Bali (PIB). Menyelesaikan program studi S-1 Arsitektur di Universitas Tarumanagara (UNTAR) Jakarta sebagai lulusan terbaik tahun 1993 dan mendapatkan beasiswa selama menempuh studi, S-2 ekonomi manajemen, tahun 1997 melajutkan studi doktoral dan meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dalam bidang psikologi dari De La Salle University dengan predikat Distinction dan 10 tahun lalu lulus Pasca Doctoral di Universite de Strasbourg Perancis bidang Psikologi Lingkungan.

Terkait dengan penelitiannya yang diterbitkan Environment-Behaviour Proceedings Journal dan terindeks pada Clarivate Analytics (WoS), DOAJ dan ScienceOPEN, DK Halim menyampaikan bahwa industri pariwisata di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan di mana Pulau Bali adalah salah satu destinasi wisata yang disukai baik wisatawan domestik maupun asing. Menurut dia, meningkatnya jumlah wisatawan selalu disertai dengan perkembangan hotel dan itu akan memberikan dampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan akibat kegiatan pariwisata.

"Sektor pengembangan hotel memainkan peran penting menciptakan suasana hijau dan sehat bagi lingkungan. Untuk meminimalkan dampak negatif pertumbuhan ini, Green Tourism harus diimplementasikan, dan menjadi keharusan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) pariwisata," jelas DK Halim yang sudah menerbitkan 4 buku, 2 diantaranya mendapat dana hibah buku teks dari Kemenristek Dikti.



Lebih lanjut DK Halim menyampaikan bahwa penelitiannya menguraikan tantangan implementasi Green Hotel di Bali. Banyak upaya telah dilakukan untuk meminimalkan dampak dari kerusakan lingkungan melalui gerakan hijau di industri perhotelan dengan menerapkan prinsip hijau melalui konservasi air, penghematan energi, penggunaan bahan yang ramah lingkungan dan mengurangi limbah.

"Untuk mengapresiasi implementasi Green Hotel, Kementerian Pariwisata juga telah melaksanakan program penghargaan setiap dua tahun untuk industri perhotelan yang telah menerapkan standar dan kriteria berwawasan lingkungan hal ini untuk mendorong manajer hotel memiliki sikap yang ramah lingkungan," jelas DK Halim.

Dalam penelitiannya di Bali, DK Halim menggunakan 4 referensi untuk menilai Green Hotel, yaitu Green Hotel Guidelines (GHG) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata RI, GREENSHIP Rating Tools yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI), ASEAN Green Hotel Standard yang dikeluarkan Sekretariat ASEAN, Divisi Penjangkauan Publik dan Masyarakat Sipil dan EDGE (Excellent in Design for Greater Efficiencies) yang dikeluarkan oleh the International Finance Corporation (IFC) dari World Bank Group.


(foto: Tim Peneliti)

Dalam metodologinya, DK Halim menyebarkan kuesioner pada para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam industri perhotelan yang dikategorikannya menjadi 7 kategori, yaitu Pengembang hotel, Manajemen dan staf hotel, Pejabat pemerintah sebagai regulator, Tamu hotel, Komunitas di sekitar hotel, kalangan Akademik, dan Profesi yang terkait dengan Green Hotel. Data kuesioner yang dikumpulkan lalu dianalisis dengan Importance-Performance Analysis yang juga dikenal sebagai Gap Analysis untuk mengungkapkan kesenjangan antara persepsi dan harapan pemangku kepentingan terhadap Green Hotel.

"Dari 56 item penilaian, sebagian besar tidak diprioritaskan oleh para pemangku kepentingan dan hanya 4 item yang dianggap sebagai prioritas tinggi, 22 item adalah dapat diterima dan memenuhi harapan, 18 item diprioritaskan rendah dan tidak mendesak, dan 12 item dianggap tidak penting dan dapat dikecualikan dalam penilaian Green Hotel," jelas DK Halim yang penelitiannya selain didukung penuh oleh Politeknik Internasional Bali juga oleh PT Jimbaran Hijau sebagai Green Building Council Kantor Perwakilan untuk Bali.

Selain aspek item penilaian, penelitiannya juga dinilai dari perspektif yang lain yaitu aspek Green Hotel, dan aspek peran pemangku kepentingan. Dari temuan penelitiannya tersebut terungkap jika Green Hotel belum dianggap penting di Bali, Pemerintah Bali harus mempromosikan Green Hotel lebih keras lagi.


"Dari 7 kelompok pemangku kepentingan tersebut, Tamu Hotel dan Kalangan Akademik tidak terlalu peduli dengan Green Hotel, dan hanya Pengembang Hotel yang memberikan perhatian pada prinsip-prinsip Green Hotel meskipun mereka tidak memprioritaskannya, sementara para pemangku kepentingan lainnya hanya memberikan sedikit perhatian untuk Green Hotel seperti Staf Hotel, Pejabat Pemerintah, Komunitas, dan Profesional," papar DK Halim yang buku psikologi lingkungannya bisa ditemukan di Amazon.


Pemangku kepentingan di Bali sementara ini baru mempersepsikan taman dan ruang terbuka hijau, pemanasan permukaan dan suhu sekitar, tanaman lokal dan budidaya lokal, pedestarian atau akses pejalan kaki, dan penyerapan air di lingkungan sebagai implementasi dari Green Hotel.

"Terbatasnya persepsi tentang mungkin terjadi karena para pemangku kepentingan tidak memiliki pengetahuan yang cukup, misalnya dalam hal material daur ulang, zat dan bahan kimia berbahaya yang berdampak pada lingkungan," tambah DK Halim.

Sementara itu, direktur PIB Prof. Dr.Ir. Sulistyawati, M.S.,M.M.,M.Mis.,D.Th.,Ph.D., D.Ag mengatakan bahwa kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam rangka mengamalkan salah satu tridarma perguruan tinggi, selain pendidikan dan pengabdian masyarakat.

“Dosen selain mengajar dan melakukan pengabdian masyarakat juga memiliki tanggungjawab melakukan penelitian. Hasil penelitian harus mampu memberi solusi kepada masyarakat berdasarkan kajian akademis, khususnya kebutuhan atau masalah yang sedang dihadapi masyarakat, seperti masalah lingkungan maupun kebutuhan di sektor pariwisata,"pungkas Prof. Suli yang telah merancang PIB sebagai Green Campus. (gus/adv)

Reporter: bbn/adv



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami